RSS

Arsip Harian: 4 Februari 2010

“Penjarahan Lahan di Kawasan Lindung Taman Nasional Gunung Halimun Salak”

Hari-hari belakangan ini, begitu maraknya pemberitaan mengenai penjarahan lahan di Kawasan Konservasi Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kabupaten Bogor.  Diberitakan ada beberapa orang yang pernah dan masih punya pengaruh di negeri ini dan ada juga selebritis, memiliki lahan dan bangunan di kawasan TNGHS. Yang disayangkan adalah kepemilikan lahan dan bangunan tersebut masuk dalam kawasan lindung atau konservasi. Terminologi kawasan lindung berarti kawasan tersebut tidak boleh dibangun, kawasan tersebut harus dibiarkan apa adanya dalam rangka mempertahankan fungsinya dan tidak boleh ada kegiatan budidaya disana. Kawasan lindung tidak sama dengan kawasan budidaya yang boleh melakukan kegiatan, entah untuk mendirikan bangunan rumah, vila, hotel ataupun restoran.

Lutung di TNGHS, habitatnya harus dilindungi agar hewan ini tetap lestari (sumber: fotokita.net)

 

Pada umumnya bangunan yang didirikan pada kawasan lindung ini berupa vila, satu orang bisa memiliki hanya satu bangunan vila bahkan ada yang memiliki 10 bangunan vila yang berdiri dalam satu kawasan . Luas lahan yang dimiliki juga beragam, ada yang memiliki hingga 15 hektar.  Vila yang dibangun biasanya disewakan kepada pihak lain. Media Indonesia (3 Februari 2010) memberitakan bangunan vila-vila tersebut dibangun dengan megah, umumnya vila tersebut banyak berdiri di atas lahan dengan kemiringan lebih dari 70 derajat atau bisa dikatakan curam. Bangunan vila juga bervariasi , dibuat dari bahan baku beton hingga bangunan kokoh layaknya resort sekelas hotel berbintang.

Seorang pejabat Pelaksana Teknis Tata Bangunan dan Perumahan Wilayah III Leuwiliang Pemerintah Kabupaten Bogor, memastikan semua vila yang berada di kawasan lindung tersebut tidak ada surat-suratnya, seperti sertifikat tanah, surat izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin usaha. Artinya bangunan vila tersebut berdiri tanpa mengantongi izin dari pemerintah daerah setempat.

Dari kasus ini dapat dipahami bahwa pengendalian pemanfaatan lahan di kawasan ini berjalan tidak sebagaimana mestinya. Tentunya perencanaan di kawasan TNGHS telah menentukan areal yang menjadi kawasan lindung dan sudah seharusnya tidak boleh ada bangunan yang berdiri. Pemanfaatan lahan di kawasan ini harus dikontrol, agar sesuai peruntukannya sesuai dengan perencanaan. Apalagi bila bangunan berdiri di atas lahan dengan kemiringan 70 derajat, tentunya akan berbahaya terutama bagi penghuni vila itu sendiri karena lahan tersebut rawan longsor. Selain itu kawasan lindung ini harus dipertahankan kondisi alaminya karena fungsinya yang sangat besar bagi sekitarnya, antara lain sebagai kawasan resapan, sumber air, habitat beragam tumbuh-tumbuhan dan hewan dan menjaga kualitas iklim khususnya di Kabupaten Bogor dan sekitarnya.

Begitu banyak fungsi kawasan lindung TNGHS, mengharuskan pemerintah terkait untuk memperketat pengawasan dan pengendalian pembangunan di kawasan ini. Jangan mentoleransi siapapun yang hendak mendirikan bangunan di atas lahan kawasan lindung. Jangankan pihak yang sudah jelas tidak mengantongi izin, menurut UU Penataan Ruang No.26/2007 Pasal 3 pihak yang sudah mengantongi izin pemanfaatan ruang pun dapat dibatalkan oleh pemerintah apabila ternyata tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Karena itu pemerintah punya kekuatan hukum untuk menindak setiap pelaku pembangunan yang melanggar peruntukan lahan dan pelaku tersebut dapat dikenakan sanksi.

UU PR No.26/2007 mengatur sanksi bagi setiap orang yang melanggar ketentuan dalam pemanfaatan ruang, mulai dari sanksi administratif (peringatan tertulis, penutupan lokasi, pencabutan izin dan pembongkaran bangunan), bahkan apabila pelanggaran tersebut mengakibatkan perubahan fungsi ruang hingga mengakibatkan kematian orang maka pelaku dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda hingga 5 milyar rupiah.

Pengawasan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dan akan lebih baik lagi apabila masyarakat juga berperan serta membantu pemerintah dalam melakukan pengawasan. Masyarakat dapat melaporkan atau mengadukan kepada pejabat berwenang bila ada pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya.

Tindakan penjarahan lahan di kawasan lindung TNGHS dapat dihentikan mulai dari sekarang apabila ada sinergi antara semua stakeholder, pemerintah dan masyarakat dapat saling mendukung untuk mencegah pelaku pembangunan yang hendak mendirikan bangunan di kawasan lindung. Terhadap pemilik bangunan-bangunan yang saat ini sudah terlanjur berdiri di kawasan lindung, pemerintah setempat dapat mengambil tindakan dengan memberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Dengan adanya keinginan bersama untuk mematuhi tata ruang maka dapat diwujudkan harmoni kehidupan manusia dan alam sekitarnya.

Korlena

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 4 Februari 2010 inci Pengendalian Penataan Ruang