RSS

Solo, The Spirit of Java

Solo, The Spirit of Java

Berkunjung ke Solo untuk yang ke sekian kali, masih terasa menyenangkan. Ada rasa kangen untuk mengunjungi kota tetangganya Jogja ini. Suasana perjalanan menuju dan pulang dari Solo termasuk hal yang memberikan kesan tersendiri dan sewaktu-waktu muncul diangan dan ingin mengulangnya kembali. Banyak hal yang berulang terjadi setiap berkunjung ke Solo. Menunggu kereta Prameks di Stasiun Tugu Jogja yang akan mengangkut penumpang ke Solo dalam waktu sekitar satu jam, tiba di stasiun Purwasari Solo dan melangkah di peronnya, sibuk menolak ajakan para pengayuh becak-karena saya lebih memilih naik busway yang lebih adem ber-AC atau taksi, melintasi dan melihat pemandangan sepanjang Jalan Protokol Slamet Riyadi, berkunjung ke PGS (Pusat Grosir Batik), Kraton  Kasunanan Surakarta yang berwarna biru dan Masjid Ageng Kauman, lewat di depan Balaikota Surakarta dan Pasar Gede dan terakhir menuju Stasiun Pasar Kliwon untuk naik kereta Prameks Sore menuju Jogja. Sesekali saya juga berkunjung ke Solo bersama teman-teman dan keluarga menggunakan kendaraan roda empat.

Saat ini Solo banyak berubah dibandingkan dengan pertama kali saya berkunjung tahun 2002. Solo lebih tertata rapi dan bersih, lebih hijau dan lebih menarik. Pasar-pasar, stasiun kereta dan terminal bis juga lebih bersih. Selain itu seperti kota-kota lain yang sedang membangun, Solo tak ketinggalan mengizinkan berdirinya beberapa pusat perbelanjaan atau mall yang cukup besar. Namun para pedagang kecil tetap dilindungi dan ada satu kegiatan fenomenal yang dianggap suatu keberhasilan pemimpin Kota Solo yaitu pemindahan dan penataan pedagang kaki lima di Banjarsari. Berkat pendekatan tak kunjung lelah akhirnya pedagang kaki lima bersedia pindah ke tempat baru yang telah disiapkan oleh pemerintah Solo tanpa terjadi konflik. Apa yang ditakutkan para pedagang akan turunnya pendapatan bila berjualan ditempat yang baru ternyata tidak terjadi. Mereka tetap bisa memperoleh pendapatan seperti dulu. Sementara tempat lama di banjarsari dikembalikan pada fungsi seharusnya sebagai ruang terbuka hijau. Suasana hijau juga dapat ditemui sepanjang Jalan Selamet Riyadi dan terdapat jalur pedestrian cukup lebar di sisi selatan jalan dengan dinaungi pohon-pohon peneduh. Bila pejalan kaki lelah dapat duduk di bangku taman yang telah disediakan di beberapa titik di sepanjang jalan tersebut.

Solo atau disebut juga Surakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Tengah. Nama Surakarta digunakan dalam konteks formal, sedangkan nama Solo untuk konteks informal. Eksistensi kota ini dimulai di saat Kesultanan Mataram memindahkan kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, di tepi Bengawan Solo. Secara resmi, keraton mulai ditempati tanggal  17 Februari 1745. Akibat perpecahan wilayah kerajaan, di Solo berdiri dua keraton yaitu Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran, menjadikan kota Solo sebagai kota dengan dua administrasi. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java (Jiwanya Jawa) sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa.

Berkunjung ke Solo sayang untuk melewatkan wisata kuliner. Banyak kuliner khas Solo yang wuenak di lidah. Sebutlah timlo, soup khas Solo, dan salah satu yang terkenal enak adalah Timlo Sastro yang berpusat di belakang Pasar Gede. Ada selat solo, salad sayur seperti kuliner  negara barat dengan cita rasa Jawa alias manis. Serabi notosuman, bakso kadipolo, tengkleng dan masih banyak yang lainnya. Ada juga kuliner gudeg ceker dan salah satu yang terenak dijual di satu warung gudeg ceker yang baru buka jam dua malam namun sampe sekarang saya belum mencobanya.

Yogyakarta, 10 Maret 2012

Kraton Kasunanan Surakarta

Tembok Kraton Kasunanan Surakarta

Jalan diantara dua tembok Kraton Kasunanan Surakarta

Masjid Kauman Surakarta

Gerbang Masjid Kauman Surakarta

Jalan Slamet Riyadi

Pedestrian di Jl. Slamet Riyadi

Bis tingkat pariwisata

Timlo

Proses pembuatan Serabi Notosuman

Pembuatan Serabi Notosuman

 

Tinggalkan komentar