RSS

Masjid Gede Kauman Yogyakarta

Tepat satu hari setelah merayakan hari kemerdekaan negara kita dan bersamaan dengan hari ke 18 di bulan Ramadhan 1431 H atau tanggal 18 Agustus 2010 atau hari ulang tahun saya yang ke sekian, bersama teman berbuka puasa di warung makan sate di Ngasem dekat kraton. Sebagai camilan, sebelumnya kami telah membeli kue kelepon, lumpia sayur, cenil dan kue putu di depan Pasar Bringharjo. Karena waktu sholat maghrib cukup singkat, kami bergegas menuju Masjid Gede Kauman untuk menunaikan sholat maghrib. Seperti biasa, Masjid Gede Kauman selalu ramai apalagi di bulan Ramadhan ini. Tampak petugas sedang membersihkan lantai dari sisa-sisa makanan berbuka puasa yang tercecer. Pengunjung ramai dengan berbagai aktifitasnya. Ada yang sedang sholat maghrib, ada yang duduk santai sambil mengobrol, ada yang mengaji dengan Al Quran kecilnya dan sebagainya. Masjid ini sarat makna dengan sejarahnya dan menjadi saksi bisu perkembangan Yogyakarta.

Masjid Gede Kauman Yogyakarta 18 Ramadhan 1431 H

Masjid Gede Kauman sebagai masjidnya Kraton Kasultanan Yogyakata sejak dahulu merupakan barometer aktivitas Islam. Bangunan tua ini berdiri megah di sebelah barat Alun-alun utara kraton Yogyakarta, tepatnya di Kampung Kauman sehingga orang Yogya sering menyebutnya Masjid Gede Kauman. Di bulan Ramadhan seperti ini,  masjid ini dipenuhi Jamaah. Tak hanya warga biasa, Sultan Hamengkubuwono pun beribadah di masjid ini.

Bersumber dari http://gudeg.net, masjid ini secara simbolis merupakan transendensi untuk menunjukkan keberadaan Sultan, yaitu di samping pimpinan perang atau penguasa pemerintahan (senopati ing ngalaga), juga sebagai sayidin panatagama khalifatulah (wakil Allah) di dunia di dalam memimpin agama (panatagama) di kasultanan.

Dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I oleh seorang arsitek bernama K. Wiryokusumo, masjid ini mempunyai pengulu pertama yaitu Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat. Seperti halnya masjid-masjid lain di Jawa, masjid ini beratap tumpang tiga dengan mustoko, masjid ini berdenah bujur sangkar, mempunyai serambi, pawestren, serta kolam di tiga sisi masjid. Namun beberapa keunikan yang dimiliki oleh masjid ini adalah mempunyai gapura depan dengan bentuk semar tinandu dan sepasang bangunan pagongan di halaman depan untuk tempat gamelan sekaten.

Masjid yang pernah dipugar akibat gempa bumi besar ini merupakan masjid jammi kerajaan yang berfungsi sebagai tempat beribadah, upacara kesagamaan, pusat syiar agama, dan tempat penegakan tata hukum keagamaan.

Seluruh kompleks Masjid ini dikelilingi oleh pagar tembok tinggi  di mana pada bagian utara terdapat Dalem Pengulon yaitu tempat tinggal serta kantor abdi dalem pengulu, serta di sebelah barat masjid terdapat beberapa makam yang diantaranya adalah makam Nyai Ahmad Dahlan. Abdi dalem pengulu inilah yang membawahi para abdi dalem bidang keagamaan lainnya, seperti abdi dalem pamethakan, suronoto, modin.

Kawasan di sekitar masjid merupakan kawasan pemukiman para santri ataupun ulama. Pemukiman tersebut lebih dikenal dengan nama Kauman dan Suronatan. Dalam perjalanan histories Yogyakarta, kehidupan religius di kampung tersebut menjadi inspirasi dan tempat yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya gerakan keagamaan Muhammadyah pada tahun 1912 M yang dipimpin oleh K.H. Achmad Dahlan.

 

Tinggalkan komentar